Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di pulau Jawa. Keberadaannya berpengaruh besar terhadap perkembangan peradaban manusia di sekitarnya. Selain memberikan manfaat, sungai juga berpotensi membawa musibah. Banjir di musim hujan, kekeringan pada saat kemarau, dan juga pencemaran air akibat limbah maupun sampah. Hal ini tentu tidak terlepas dari aktivitas manusia dan budaya masyarakat di sepanjang sungai.
Sebagai upaya untuk memetakan kondisi Sungai Bengawan Solo, Jasa Tirta I memberikan dukungan pelaksanaan Misi Ekspedisi Bengawan Solo (MEBS) 2022. Kegiatan yang dilakukan oleh komunitas gabungan dari Stand Up Paddle (SUP), Putra Nusantara, komunitas pecinta lingkungan, akademisi, budayawan, serta kelompok masyarakat ini telah dimulai sejak 14 Juli lalu dan rencananya akan berlanjut selama satu bulan hingga 14 Agustus 2022.
Selain fokus pada masalah lingkungan, kegiatan ini juga menyentuh sisi sosio ekonomi masyarakat di sekitar sungai. Tim menginisiasi pembentukan riverside ecological society yang nantinya diharapkan dapat mengimplementasikan kebijakan jasa lingkungan.
Dalam kegiatannya, MEBS menenempuh jarak sejauh 462 kilometer. Melintasi 491 desa yang berada di 12 Kabupaten di wilayah Jawa Tengah serta Jawa Timur. Kegiatan dimulai dari pintu air Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah dan nantinya akan berakhir di Desa Bedanten, Gresik, Jawa Timur.
Salah satu bentuk dukungan Jasa Tirta I selaku BUMN Pengelola Sumber Daya Air di Wilayah Sungai Bengawan Solo, yaitu berupa kegiatan community meet up bersama Tim MEBS di Bendung Gerak Babat, Lamongan.
Rombongan tim MEBS disambut oleh Direktur Utama PJT I, Raymond Valiant Ruritan serta Direktur Operasional PJT I, Milfan Rantawi. Dalam kesempatan itu Penanggung Jawab MEBS, Ermiko Effendi menyampaikan sekilas hasil temuan tim ekspedisi di sepanjang Bengawan Solo.
Ermiko menjelaskan, terkait kondisi di hulu, tim mendapati berbagai masalah sungai baik pencemaran limbah maupun masalah persampahan. Di bagian tengah, tim menemui banyak petani yang memiliki sawah di tepian Bengawan namun kesulitan untuk mengakses air untuk kebutuhan irigasi mereka. Sehingga harus memompa langsung air dari sungai. Disampaikan juga bahwasanya di beberapa lokasi masyarakat cukup kesulitan untuk mengakses air dimana saat kemarau terjadi kekurangan air.
Raymond Valiant Ruritan memberikan pandangannya tentang pentingnya menjaga sungai. "Kita perlu melihat sungai sebagai benda yang hidup. Bukan hanya sebagai wadah yang hanya dimanfaatkan dan kemudian dijadikan tempat pembuangan. Perlu adanya penyadaran masyarakat yang berada di tepian sungai untuk bersama-sama merawat sungai melalui penguatan kelembagaan desa yang dilintasi oleh sungai," terang Raymond, Jumat (12/8/2022).
Ia menegaskan, pihaknya siap mendukung program riverside community yang telah diinisiasi oleh tim MEBS. "Kita cari desa yang siap berkomitmen untuk menyiapkan sisi kelembagaannya. Misal membentuk peraturan desa terkait pengelolaan sampah dan penyiapan lahan untuk TPA. PJT I akan masuk dalam pembiayaan bantuan alat pengolahan sampahnya," jelas Raymond.
PJT I juga siap mendukung aksi perdana dari Riverside Ecological Society berupa kegiatan penanaman bersama di sepanjang Bengawan Solo pada bulan September nanti. Rencananya seremoni kegiatan akan dipusatkan di Waduk Pidekso. “Kegiatan Konservasi merupakan salah satu hal yang tepat dilaksanakan karena dapat menjaga ketersediaan air dan tentunya menjaga keseimbangan alam”. jelas Raymond di akhir diskusi.
Selain membentuk komunitas masyarakat desa tepi sungai, pada ekspedisi kali ini tim MEBS juga mendorong tiap Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membentuk Satgas Patroli Pencemaran Air. Tugasnya, melakukan monitoring dan pengawasan terhadap pihak yang berpotensi mencemari sungai.
Terkait hal ini Direktur Operasional PJT I menanggapi bahwa hasil penyusuran oleh Tim Ekspedisi Bengawan Solo merupakan potret dari sungai yang ada. "Jika ditemukan ada potensi permasalahan, maka perlu ada upaya tindaklanjutnya. Satgas patroli pencemaran air ini perlu dibentuk dari kolaborasi berbagai sektor. Ada Pemerintah Daerah selaku regulator, kepolisian, komunitas masyarakat, dan perusahaan," jelasnya.
Menurutnya, dibutuhkan keterlibatan multi sektor, karena persoalan sungai adalah masalah bersama. Akan lebih baik jika tim Satgas ini dibentuk per segmen sungai, dari hulu hingga hilir. "Tim ini nanti berperan sebagai cleaning service -nya sungai, yang memiliki kemampuan dan kewenangan dalam menindak para pelaku pencemaran," pungkasnya. (sug/s)
Sumber : Kominfo Jatim
COMMENTS