Sejarah purba diawali dari sekitar 4 juta tahun lalu, ketika terjadi penunjangan lempeng australia pada lempeng eurasia, sehingga terjadi pengangkatan pada pesisir selatan Pulau Jawa. Akibatnya aliran Sungai Bengawan Solo purba terhenti dan menjadi situs eksotik sepanjang 20 Km membentuk alur lembah sungai diantara perbukitan karst. Saat ini kawasan lembah sungai ini banyak dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan sebagian untuk permukiman.
Sejarah kuno dari zaman Kerajaan Majapahit yang tertulis pada Prasasti Canggu 1358 M memberikan informasi pentingnya peran Sungai Bengawan Solo sebagai urat nadi perekonomian penghubung jalur transportasi air di desa-desa tepi sungai, dengan dukungan aneka sosial budaya setempat. Penyeberangan perahu dengan tali (tambang) yang disebut tambangan masih ada sampai sekarang.
Sejarah jaman belanda juga membuktikan beberapa penataan bendungan dan sodetan (normalisasi) dalam rangka memanfaatkan melimpahnya air tawar di sepanjang Sungai Bengawan Solo ini.
Kita juga perlu memahami hakekat keberadaan Sungai Bengawan Solo sepanjang 450 Km ini, yang terbentuk atas dukungan Daerah Aliran Sungai dan kawasan tangkapan air dari hulu sampai hilir. Jika menilik kawasan hulu DAS, ada dukungan sangat kuat reservoar air dari lereng Gunung Lawu, Gunung Merapi, Gunung Merbabu serta gunung lainnya yang mengucur melalui ribuan mata air sambung-menyambung menganak-sungai menyatu dalam satu aliran.
Namun fakta terkini mengagetkan ironi warisan leluhur ini. DAS Bengawan Solo mulai sakit. Aliran berlebihan berupa banjir sering terjadi di musim hujan dan aliran mulai mengering sering terjadi di musim kemarau. Belum lagi ditambah kontribusi anti lingkungan dari berbagai pihak di sepanjang sungai, berupa 'sumbangan' ribuan ton erosi tanah, sampah dan limbah, makin menambah keruh air sungai dan semakin suram pelestarian lingkungan ke depan.
Kita bisa apa? Apa yang kita bisa?
Expedisi Sungai Bengawan Solo 2022 ini merupakan bentuk keprihatinan sekaligus kepedulian pemerhati sungai untuk melestarikan lingkungan, sekaligus meningkatkan ekonomi dengan dukungan sosial budaya lokal. Banyak data dikumpulkan, dari literasi kuno, pengolahan berbagai peta SIG, hasil-hasil penelitian terdahulu dan diskusi maraton dengan berbagai pihak, agar gerakan ini bersifat sinergi, kolaboratif dan terintegrasi. Bahkan tim expedisi ini didukung oleh para tenaga ahli dari berbagai keahlian, sehingga sudut pandang dan pengupasan permasalahan sampai mencari solusi, menjadi lebih komprehensip (serba cakup).
Target utama Expedisi Bengawan Solo 2022 ini adalah "membangun gerakan bersama" dari para pihak sesuai dengan kapasitas masing-masing. Pelestarian di kawasan hulu DAS dan sepanjang pesisir sungai dengan penerapan konsep ekonomi lingkungan dan "one river one management". Sehingga siapapun yang mau berkontribusi dalam kegiatan ke depan dapat menyesuaikan pijakan konsep yang sama, seperti pelestarian mata air, memperbanyak tutupan vegetasi, identifikasi dan konservasi tanaman langka, pengurangan sampah dan limbah, pengembangan seni budaya berbasis konservasi sungai, serta beragam kegiatan lainnya.
Khusus misi di bidang lahan adalah mengamati sejauh mana pengaruh sekaligus dampak lahan terkait keberadaan Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo ini, baik dari kawasan hulu, tengah sampai hilir. Termasuk juga pengamatan lahan pada kawasan situs aliran bengawan solo purba yang mengalir ke selatan.
Muhamad Kundarto
Pusat Studi Lahan UPN "Veteran" Yogyakarta
COMMENTS