Perjalanan Ekspedisi Bengawan Solo telah mendarat di Cepu, sebuah kota Kecamatan yang di huni oleh 76.370 jiwa (2020). Di Cepu, tim singgah di Desa Balun, salah satu wilayah di Kec. Cepu. Sepanjang perjalanan darat, kami menyaksikan deretan rumah tertata rapi dan berada di samping bengawan Solo dan tertera nama jalan "Balun Sudagaran"
Nama Sudagaran, menurut Temmy Setiawan (seorang budayawan dan penggiat sejarah di Cepu) berasal dari kata Saudagar.
Nama Sudagaran, menurut Temmy Setiawan (seorang budayawan dan penggiat sejarah di Cepu) berasal dari kata Saudagar.
Sejumlah literasi yang kini menjadi kajian rekan-rekan Sejarah Cepu, menemukan fakta bahwa di era kerajaan dulu, wilayah ini merupakan bandar sungai yang padat akan aktivitas ekonomi. Para Bangsawan Surakarta dan para Saudagar tiba di balun, mengikat sebagai saudara dengan penduduk setempat.
"Balun adalah Port (pelabuhan singgah) dari para pedagang dari Hulu maupun Hilir, para saudagar ini kemudian membentuk satu komunitas masyarakat (society) yang kelak membaur dan menjalin hubungan persaudaraan dengan warga balun" ujarnya, saat sesi Sarasehan Twin Town Bengawan Solo, di Rumah Makan Tunas Asri - Roemah Pariwisata Tjepoe, Kamis, 28 Juli 2022
Jejak Sejarah Balun, ujar Temmy, tercatat dalam 3 zaman, yakni Era prasati Canggu,1358, kemudian Era Kerajaan Jipang-Demak, dan Era Kolonial.
"Balun adalah Port (pelabuhan singgah) dari para pedagang dari Hulu maupun Hilir, para saudagar ini kemudian membentuk satu komunitas masyarakat (society) yang kelak membaur dan menjalin hubungan persaudaraan dengan warga balun" ujarnya, saat sesi Sarasehan Twin Town Bengawan Solo, di Rumah Makan Tunas Asri - Roemah Pariwisata Tjepoe, Kamis, 28 Juli 2022
Jejak Sejarah Balun, ujar Temmy, tercatat dalam 3 zaman, yakni Era prasati Canggu,1358, kemudian Era Kerajaan Jipang-Demak, dan Era Kolonial.
Nama Balun tercatat dalam Prasasti Naditirå Pradeçå atau wanwa swatantra atau perdikan (kini: otonomi). Ini berarti Sang Måhåråjå mewajibkan penduduk Desa Balun dan Desa Jipang menyeberangkan orang dan barang bawaannya secara gratis.
Kisah Foklor tentang Keberadaan Balun kemudian mencuat di sarasehan ini, yaknti tentang para peribadat yang melintas dari timur sungai bengawan menyebrang ke Balun (barat sungai) untuk menuju Petilasan Angling Darma di Situs Mbah Putat ( Tuk Buntung - Cepu)
Kisah Foklor tentang Keberadaan Balun kemudian mencuat di sarasehan ini, yaknti tentang para peribadat yang melintas dari timur sungai bengawan menyebrang ke Balun (barat sungai) untuk menuju Petilasan Angling Darma di Situs Mbah Putat ( Tuk Buntung - Cepu)
.
Di tahun +- 1245 M ketika Patih Gajah Mada purna jabatan, dikisahkan -konon- pernah melakukan perjalanan di titik 31 Bandar Desa Balun ini, menuju petilasan Prabu Angling Darma untuk beberapa hari bersemedi, lalu melakukan perjalanan menuju Gunung Kedinding di Kec Kedungtuban.
Sarasehan Twin Town Bengawan Solo | mebs2020 |
Syahdan, Pangeran Benowo yang makamnya diyakini berada di Desa Wonomerto, Kecamatan Wonosalam, Jombang dikenal sebagai sosok yang tidak haus kekuasaan. Ia memilih menyebarkan ajaran Islam daripada meneruskan tahta ayahnya sebagai Sultan Pajang di Jawa Tengah.
Kisah foklor berdasarkan pepunden Balun, mengisahkan Pangeran Benowo sempat memerintah di Panolan, (kini menjadi nama sebuah desa di sisi selatan Balun). Beliau memerintah selama 30 tahun (saat era Kesultanan Mataram). Putri Pangeran Benowo, yakni Dyah Banowati kemudian dinikahi oleh mas Jolang, putra Sutawijaya (Raja Mataram) dan di kemudian hari melahirkan Sultan Agung.
Di Balun, Pangeran Penjaringan menikahi Nyai Srikaton (nama kemudian di abadikan menjadi nama Jalan yakni Balun Srikaton). Di tahun 1755, ketika terjadi perjanjian Giyanti (menandai perpecahan Surakarta dan Jogjakarta) - Balun - selanjutnya berada di bawah kekuasaan Surakarta, sedangkan Padangan (sisi timur sungai) berada di bawah kekuasaan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat
"Inilah penanda perpisahan Cepu (balun) dengan Padangan karena tak hanya di pisahkan secara geografi (sungai), namun juga terpisahkan secara administratif" ujar Temmy
Nama Balun lantas juga terkait dengan Mbah Samin ( Raden Samin Surosentiko, gelar dari Surakarta), Beliau masih keturunan Balun yang memiliki garis suku samin dari jalur ibu. Samin adalah pendiri dan pelopor Ajaran Samin yang disebut juga Saminisme.
Kisah foklor berdasarkan pepunden Balun, mengisahkan Pangeran Benowo sempat memerintah di Panolan, (kini menjadi nama sebuah desa di sisi selatan Balun). Beliau memerintah selama 30 tahun (saat era Kesultanan Mataram). Putri Pangeran Benowo, yakni Dyah Banowati kemudian dinikahi oleh mas Jolang, putra Sutawijaya (Raja Mataram) dan di kemudian hari melahirkan Sultan Agung.
Di Balun, Pangeran Penjaringan menikahi Nyai Srikaton (nama kemudian di abadikan menjadi nama Jalan yakni Balun Srikaton). Di tahun 1755, ketika terjadi perjanjian Giyanti (menandai perpecahan Surakarta dan Jogjakarta) - Balun - selanjutnya berada di bawah kekuasaan Surakarta, sedangkan Padangan (sisi timur sungai) berada di bawah kekuasaan Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat
"Inilah penanda perpisahan Cepu (balun) dengan Padangan karena tak hanya di pisahkan secara geografi (sungai), namun juga terpisahkan secara administratif" ujar Temmy
Nama Balun lantas juga terkait dengan Mbah Samin ( Raden Samin Surosentiko, gelar dari Surakarta), Beliau masih keturunan Balun yang memiliki garis suku samin dari jalur ibu. Samin adalah pendiri dan pelopor Ajaran Samin yang disebut juga Saminisme.
Di Era Kolonial, nama Balun seolah di hilangkan dan berganti Tjepu / Ploentoran. Hal ini terbukti, pada peta yang tercatat tahun 1887 bernama Peta Pemukiman Karesidenan Rembang, berjudul "Batavia : Topographisch Bureau", tidak terdapat nama Balun
Dan, hingga kini nama Balun (toponimi sejak Prasasti Canggu tahun 1358) itu kalah dengan nama Cepu karena menjadi nama kelurahan di Kec. Cepu @tofan.ardi
COMMENTS