SUSUR SUNGAI: Tim Susur Sungai di Bawah Jembatan Cepu-Padangan. (Lukman Hakim/RDR.BLORA) |
BLORA, Radar Bojonegoro – Air Bengawan Solo mulai tampak menghitam lagi kemarin (27/7), tepatnya di bawah jembatan Cepu-Padangan. Tim susur sungai mendayung perahu karet untuk mengecek kondisi bengawan, ditemukan sampah dan limbah mencemari sungai.
Penanggung Jawab Misi Aksi Mitigasi dan Kolaborasi Bengawan Solo Tofan Ardi menjelaskan, ekspedisi sungai berlangsung selama 30 hari, dengan menempuh jarak 462 kilometer, melintasi 491 desa di 12 kota dan kabupaten di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.“Di Blora ada dua tempat. Yakni, Desa Jipang dan di Desa Balun Kecamatan Cepu,” katanya.
Tofan mengungkapkan, setelah melakukan susur sungai mulai dari Desa Jipang hingga di Bawah Jembatan Cepu, dua permasalahan yang didapatkan. Yakni, kesadaran masyarakat masih minim, banyak yang membuang sampah di sungai, selain itu masalah limbah pabrik.
“Bengawan solo sudah tidak seperti dulu, sepengetahuan saya, debitnya mulai turun drastis, menjadi masalah penting terutama sampah,” tegasnya.
Dalam susur sungai, Tim Ekspedisi Bengawan Solo menemukan limbah yang dikeluarkan pabrik-pabrik tertentu. Membutuhkan kerjasama dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) untuk membentuk satgas patroli pencemaran sungai.
“Jadi ini adalah embrio untuk menjaga sungai agar tidak ada limbah dan sampah,” jelasnya.
Tofan mengungkapkan, empat desa akan menjadi titik pembentukan satgas patrol. Slah satunya di Desa Jipang, Kecamatan Cepu, nantinya akan diberikan pelatihan
Dalam susur sungai itu terdiri 20 orang, dibagi dua tim. Pertama yang bertugas susur di sungai dan darat. Dibagi menjadi 4 padling atau padle boat salah satu sarana transportasi perahu ringan.
“Untuk padling ini kami juga simulasi untuk penyelamatan kecelakan air, ternyata lebih cepat karena lebih ringan,” bebernya.
Selain itu, beberapa aktivis lingkungan dari beragam organisasi dan komunitas lain mendorong terbentuknya kebijakan masyarakat desa di bantaaran bengawan.
“Masalah bengawan solo tidak bisa diselesaikan satu kabupaten saja, tapi desa di tepian bengawan harus sepakat, dan ramah terhadap bengawan solo,” tuturnya.
Selain memotret kondisi bengawan terkini, di sela-sela susur bengawan solo juga mengadakan diskusi di beberapa wilayah, terkait sejarah poros transportasi air atau dermaga zaman dahulu. (luk/msu)
COMMENTS