Tahun 1980-an kita masih biasa melihat anak-anak desa minum dari air sumur di rumahnya, tanpa takut perut mules karena airnya tercemar. Tahun 2000-an kita masih biasa melihat banyak orang mengandalkan sumber air bersih dari sumur milik sendiri di rumahnya. Tahun 2020-an kita sangat jarang melihat penjualan petak rumah dengan jaminan air bersih dari sumur. Kebanyakan tertulis "fasilitas air PDAM"
Fenomena di atas sekedar gambaran bahwa makin ke sini, kita makin dihadapkan pada makin menurunnya kualitas air bersih di kawasan permukiman. Bahkan banyak rumah sudah mengandalkan sumber air untuk minum dan masak dari air galon (baca: beli air mineral kemasan pabrik). Jika di rumah kita masih mengandalkan air sumur, maka cerita 40 tahun terakhir adalah makin menyusutnya debit air. Kata orang "sumurnya abis disuntik", yang artinya butuh diperdalam lagi agar bisa menjangkau permukaan air tanah. Maklum, tiap tahun permukaan air sumur semakin menurun seiring makin padatnya permukiman.
Kita juga melihat fenomena makin banyak jaringan irigasi yang rusak karena berkurangnya suplai air dari sumbernya. Banyak waduk mengalami pendangkalan dan debit airnya makin berkurang. Air sungai juga menjadi tempat pembuangan akhir untuk sampah dan limbah. Tanpa di sadari, air sungai makin keruh, berwarna dan berbau. Banyak DAS (Daerah Aliran Sungai) yang 'sakit', ditandai dengan seringnya banjir di musim hujan dan kekeringan sungai di musim kemarau.
Bagi kalangan menengah ke atas, minum air kemasan adalah hal biasa dan kadang sudah dilakukan sebagai kebiasaan harian. Pernahkah anda iseng melihat air kemasan itu diproduksi dari sumber air dimana? misalnya dari Bogor, Klaten, Pandaan dan Banyuwangi. Lebih miris lagi, produk air kemasan itu sudah banyak tersebar di luar Jawa. Ini bisa diartikan ketergantungan semakin besar pada ketersediaan air bersih, yang tidak selalu ada di berbagai lokasi.
Uraian di atas memang belum pertanda mencapai puncak krisis air. Tapi tanda-tandanya sudah mengarah ke sana. Jangan sampai kita baru tersadar ketika sekitar kita sudah tak ada lagi air bersih, sehingga 100% tergantung pasokan air bersih dari tempat lain. Jika sudah demikian, apa yang salah dalam pengelolaan lingkungan dan apa yang harus kita lakukan?
Sumber utama air bersih (air tawar) adalah dari air hujan, Prinsip sederhananya adalah mendorong semakin banyak air hujan agar masuk menjadi air tanah, baik permukaan maupun bawah permukaan (air dalam). Langkah pertama adalah langsung memanen air hujan sebagai sumber air bersih rumah tangga. Langkah kedua adalah memperbanyak resapan air hujan di sekitar permukiman, misalnya dengan biopori, rorak, dll. Langkah ketiga adalah memperbanyak peresapan air pada daerah tangkapan air dengan tutupan vegetasi, terasering, rorak, cekdam, waduk, dll.
Teorinya memang sederhana dan mudah dipahami, tapi sangat sulit dilaksanakan oleh banyak orang secara serentak. Butuh spirit super tinggi untuk bersama-sama menanggulangi ancaman krisis air bersih ini, sebelum semua terlambat dan penyesalanpun tiada guna.
Muhamad Kundarto | Tim Peneliti Ekspedisi Bengawan Solo 2022
COMMENTS